JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat perekonomian ibu kota mengalami deflasi sebesar 0,05 persen (month to month) pada Agustus 2025. Indeks Harga Konsumen (IHK) juga turun dari 107,40 pada Juli menjadi 107,35 pada Agustus.
Kepala BPS DKI Jakarta, Nurul Hasanudin, menjelaskan bahwa kondisi ini berbeda dengan Agustus 2024 yang justru mencatat inflasi 0,04 persen. “Deflasi kali ini lebih dipengaruhi oleh turunnya harga bahan pangan,” ujarnya, Senin (1/9/2025).
Faktor Penyebab Deflasi Jakarta Agustus 2025
Nurul memaparkan, secara tahunan inflasi DKI Jakarta mencapai 2,16 persen, sedangkan secara tahun kalender sebesar 1,57 persen. Penyumbang utama deflasi berasal dari:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
-
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau deflasi 0,69 persen dengan andil 0,14 persen.
-
Kelompok pakaian dan alas kaki deflasi 0,20 persen dengan andil 0,01 persen.
-
Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan deflasi 0,06 persen, meski andilnya kecil.
Beberapa komoditas yang menekan harga antara lain tomat, cabai rawit, cabai merah, bawang putih, dan daging ayam ras. Pada sektor transportasi, bensin mengalami deflasi, namun tertahan oleh kenaikan tarif jalan tol, angkutan laut, dan kereta api seiring berakhirnya program diskon tarif.
Kinerja Ekspor dan Impor Jakarta Tetap Positif
Meski deflasi terjadi, perdagangan luar negeri Jakarta mencatat tren positif. Pada periode Januari–Juli 2025, nilai ekspor Jakarta mencapai USD9,79 miliar, naik 38,88 persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama ditopang ekspor nonmigas senilai USD9,77 miliar, meningkat 39,13 persen.
Komoditas alas kaki mencatat lonjakan tertinggi hingga 277,59 persen atau senilai USD1,36 miliar. Sebaliknya, ekspor ikan, krustasea, dan moluska turun 3,28 persen. Industri pengolahan menjadi motor utama dengan kenaikan USD2,75 miliar (41,09 persen), sementara sektor pertanian dan pertambangan justru tertekan.
Dari sisi impor, Jakarta membukukan nilai USD45,53 miliar, naik 8,97 persen. Peningkatan terutama pada barang modal (24,01 persen), bahan baku/penolong (3,58 persen), dan barang konsumsi (8,31 persen). Kendaraan dan komponennya menjadi komoditas impor terbesar dengan pertumbuhan 39,24 persen, sedangkan impor bahan bakar mineral turun 6,80 persen. Tiongkok tetap mitra dagang utama dengan kontribusi 42,29 persen.
Sektor Pariwisata dan Transportasi Jakarta Ikut Bergerak
BPS juga melaporkan peningkatan tingkat hunian kamar (TPK) hotel bintang pada Juli 2025 sebesar 55,91 persen, naik 1,68 poin year on year dan 3,56 poin month to month. Untuk hotel nonbintang, TPK tercatat 41,74 persen, turun 2,78 poin year on year, namun naik 0,87 poin dibanding Juni 2025.
Di sektor transportasi, jumlah penumpang MRT mencapai 4,35 juta orang (naik 15,07 persen), Transjakarta 37,61 juta orang (naik 5,94 persen), sementara LRT justru turun menjadi 118 ribu orang (turun 10,90 persen).
Pada moda laut, penumpang yang berangkat melalui Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 31.511 orang (naik 15,81 persen). Aktivitas bongkar muat barang juga tumbuh, yakni 11,51 persen untuk bongkar (5,33 juta ton) dan 6,27 persen untuk muat (3,90 juta ton).
Namun kondisi berbeda terlihat pada transportasi udara. Penumpang di Bandara Halim Perdanakusuma turun 17,53 persen menjadi 137.473 orang. Meski demikian, bongkar muat barang tetap meningkat 53,73 persen (1,03 ribu ton) dan 20,56 persen (4,34 ribu ton). (red)